Broken Lover

Arya menatap Lala dengan tatapan intens yang tak bisa diartikan oleh Lala. Lala hanya melihat gurat kesedihan dibalik tatapan cinta di sana. Seperti terlalu banyak yang ingin dia utarakan dengan matanya. Seperti berharap bahwa Lala akan mengerti semuanya dengan hanya menatapnya. Dan sialnya, Lala bukan cenayang yang bisa membaca apapun yang ada di hati Arya melalui sorot matanya.

“Kenapa?” Tanya Lala kalut. Sebenarnya ia bukan tidak tahu sama sekali dengan apa yang terjadi.

Hubungan mereka memburuk, itu yang Lala rasakan. Dan ia tidak tahu apakah Arya masih menyimpan cinta yang sama di hatinya. Bahkan dengan tatapan intens itu Lala tak mampu menebaknya.



“Hubungan kita…” Arya tercekat. Ia sungguh tidak ingin mengatakan hal ini pada perempuan yang sangat dicintainya itu, “…sampai di sini aja ya?” Katanya lagi sambil memalingkan wajahnya dari wajah yang sebelumnya ditatap dengan intens. Ia tak sanggup melihat perubahan wajah itu. Apapun perubahannya.

“Maksudnya?” Lala menatap Arya yang memalingkan wajahnya. Ia tahu Arya sudah tak ingin lagi menjadikannya sebagai pacar. Tapi ia ingin tahu alasannya. Sangat ingin tahu alasannya.

“Kita putus.” Dengan ketegaran yang dipaksakan Arya menatap Lala yang menatapnya dengan tatapan heran, “Maafin aku kalo selama hubungan kita ini aku banyak nyakitin kamu. Aku benar-benar nggak bermaksud membuat kamu tertekan. Aku…aku cuma tahu kalo aku bahagia sama kamu. Dan aku nggak tahu kalo akhirnya akan seperti ini.”

“Seperti apa?! Aku nggak tahu maksud kamu apa?! AKU BAHAGIA MAS ARYA. Aku bahagia bisa jadi bagian penting dari hidup kamu.” Lala mulai meninggikan suaranya. Ia tidak mengerti kenapa Arya bisa berbicara seperti itu.

“Kamu tertekan, La. Tanpa kamu sadari kamu tertekan dengan hubungan ini. Sejak kapan kamu peduli dengan cibiran Vira terhadap sneakers kamu tiap ketemu di lift? Sejak kapan kamu perhatian dengan seberapa tebal bedak yang kamu pakai? Sejak kapan kamu berpikir tentang seberapa mahal pakaian yang kamu kenakan? Sejak kapan? Sejak aku minta kamu jadi pacarku kan? Sejak semua orang di menara pattimura itu tahu aku pacar kamu kan? SEJAK SEMUA ORANG ITU MENGANGGAP KAMU TAK PANTAS UNTUKKU KAN?” Aryapun meninggikan suaranya. Ia marah, bukan pada Lala. Marah pada dirinya sendiri, pada lingkungan yang mempersulit hubungan mereka, pada orang-orang yang membuat Lala berubah menjadi tertekan seperti ini.

Lala menggigit bibirnya kalut. Ia bukan tak menyadari semua itu, setiap kali mendengar cibiran orang tentangnya yang tak pantas berpasangan dengan Arya hatinya selalu sakit. Apa dia sehina itu? Serendah itu? Seburuk itu? Hingga ia berusaha untuk merubah dirinya sesuai dengan apa yang mereka inginkan tanpa ia sadari.

Airmata Lala yang awalnya masih dapat terbendung  perlahan menetes, ia tak tahu harus berkata apa. Semua yang dikatakan Arya benar. Tapi ia juga tidak menyesali perubahan sikapnya, demi Arya. Demi pantas berdampingan dengan laki-laki yang dicintainya.

“Maafin aku, La. Aku benar-benar minta maaf  kalo ternyata cintaku yang malah membuat kamu tertekan seperti ini. Aku cuma berpikir bahwa ini yang terbaik.” Arya menarik nafasnya berat, “Aku mau kamu seperti dulu lagi, seperti Lala yang membuatku tergilla-gila dengan kepolosannya, keceriaannya dan rasa percaya dirinya dengan menjadi dirinya sendiri. Percayalah Lala sayang! Aku cuma mau kamu bahagia.” Arya menatap Lala yang menangis sambil menunduk. Tangannya menggengam jemari Lala erat untuk membuktikan kesungguhannya.

Airmata Lala semakin menderas, “Aku nggak pa-pa kok, Mas. Semua yang mereka lakukan itu mungkin memang benar. Memang aku yang nggak pantas buat Mas Arya dan aku mau berubah untuk itu. Demi Mas Arya, karena aku sayang sama Mas Arya.” Katanya sambil sesenggukan.

Genggaman Arya semakin erat, “Aku cuma mau kamu bahagia Lala sayang!”

Lala memincingkan matanya, “Aku bahagia Mas! Dengan cara apa aku bisa buat Mas Arya percaya bahwa aku bahagia? Oh, mungkin memang salahku karena memiliki cinta yang terlalu besar untuk Mas Arya sementara aku nggak pernah tahu sebesar apa cinta Mas Arya untukku.” Lala menyusutkan airmatanya hingga tak bersisa, ia menatap Arya dengan tajam meski nanar, “Ya udah, kita putus aja! Buat apa juga aku memperjuangkan hubungan ini sendirian, sementara dia yang cintanya kuperjuangkan malah menyerah dengan mengkambinghitamkan kebahagiaanku.” Lala bangkit dan menyambar tasnya dengan kasar.

“Makasih untuk hubungan singkat kita. That’s the deepest relationship that I’ve ever had. Aku harap kita nggak akan pernah ketemu lagi. Selamat tinggal Mas Arya.” Lala pergi terburu-buru sambil bersusah payah menahan airmatanya agar tak mengalir kembali.

Arya hanya bisa menatap kepergian Lala. Mungkin lebih baik begini, lebih baik Lala menganggapnya orang paling jahat sedunia daripada ia tahu bahwa sebenarnya berat baginya untuk melepas gadis itu pergi. Satu-satunya gadis yang mampu menekan tombol ‘ON’ pada sakelar cintanya tanpa bisa mematikannya kembali meski dia sudah pergi.

Meja itu masih penuh dengan makanan yang Lala pesan tanpa sempat disentuhnya.  Pizza Meatlover ukuran sedang, Pasta Pepperoni Cheese Fusilli, dan satu pitcher Lime Squash. Arya menatap semuanya dengan dingin, padahal biasanya ia akan dengan rakus berebut semua makanan itu dengan Lala. Ah, bahkan belum satu jam gadis itu pergi ia sudah sangat merindukannya.

“Me too, Lala. Aku tidak pernah merasa sesakit ini sebelumnya saat mengakhiri hubungan dengan gadis manapun.” Bisik Arya lirih. Telinganya meresapi lagu yang diputar di stereo set restoran itu. Lagu yang entah kenapa seperti menggambarkan tentang dirinya saat ini.

Broken lover, yes I made you
Believe that I would be the one to heal you
If you go now, at that door way
I wont say you wrong
You know that I worry about you
(2AmClub – worry about you)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dialog Tentang Bahagia

Hey!

Pakaian Perempuan