Bakso Tahu Kuah

Heii, apa kabar? Masih apa kabar aja. Dan masih tidak baik-baik saja.

Ini adalah posting pertama di label saya yang baru Cooking Story. Sebenarnya sudah lama banget saya mau buat postingan tentang kegiatan masak-memasak saya yang moody-an. Tapi berhubung emang kegiatannya moody dan masakannya suka aneh jadilah nggak kesampean tuh cerita-cerita yang begini di blog.

Awalnya saya menamakannya Recipes bukan Cooking Story. Tapi setelah saya pikir-pikir. Siapalah saya sok bagi-bagi resep. Masak banyak gagalnya pula. Akhirnya saya putuskan untuk menamakannya Cooking Story. Karena ini bukan bagi-bagi resep masakan tetapi berbagi cerita tentang memasak sesuatu yang baru buat saya. Dan mungkin someday saat saya sudah bisa memasak segala jenis makanan yang saya inginkan dan rasanya sudah bisa dinikmati oleh berbagai kalangan saya akan membaca coretan ini sebagai perjuangan saya sebelum sampai pada tahap itu.

Dan...masakan pertama yang saya uji coba adalah bakso tahu. Bukan pertama sih sebenernya, tapi yang terdokumentasi di blog aja ini yang pertama. Kenapa Bakso Tahu? Karena saya lihat video dapur umami di bawah ini yang kayaknya kok gampang banget itu bikin bakso tahu, nggak pake ribet.


Jadilah saya putuskan untuk membuat bakso tahu sekaligus memenuhi bucket list saya bulan ini. Tetapi masih ada satu yang mengganjal. Prinsip makan memakan saya mengatakan kok kayaknya nggak afdol ya bikin makanan sendiri tapi masih pakai yang namanya umami-umamian itu. Kenapa nggak bikin yang lebih sehat aja meski lebih ribet? Dan dalam masa kegalauan memilih antara umami dan ulala (karena eksperimen rasanya lebih ribet kalo bikin bumbu sendiri), saya mulai browsing-browsing cari resep buat bakso tahu yang kira-kira gampang diaplikasikan dan anti gagal. Dan akhirnya saya menemukan resep yang kayaknya cocok buat saya di sini.

Setelah itu apakah masalah selesai? Ternyata belum dong sodara-sodara. Saya masih harus cari tau bagaimana caranya buat kaldu secara saya sama sekali belum pernah membuat kaldu. Dan akhirnya resep kaldunya saya ambil dari sini.

Pagi-pagi dengan semangat 45 saya menuju ke dapur untuk mengeksekusi bahan-bahan. Yang pertama saya lakukan adalah mengeksekusi ceker untuk membuat kaldu. FYI, saya nggak doyan ceker. Meskipun orang lain bilang enak dan gurih tapi tidak pernah terlintas sedetikpun di kepala ini untuk mencobanya. Dan saya tidak tahu bagaimana caranya mengolah ceker agar menghasilkan kaldu yang lezat dan tidak amis. Dan saya baru tahu bahwa tidak ada jahe di kumpulan bumbu-bumbuan itu.

Semangat mulai melemah. Hampir saya mundur dari pertarungan membuat bakso tahu ini (kok lama-lama cerita saya jadi lebay ya?). Akhirnya saya mengorek-ngorek semua tempat bumbu yang saya tahu dan menemukan seruas jahe yang menurut pikiran saya cukup menghilangkan amis di kaldu ayam saya (kalo nggak cukup ya cukup-cukupin aja deh). Dan acara membuat kaldupun dimulai. Saya mulai memasukkan ceker, air yang banyak, bawang putih dan tentu saja jahe penghuni terakhir tempat bumbu milik Ibu saya.

Sambil merebus air kaldu, saya tinggal ke warung untuk membeli tepung kanji yang dibutuhkan untuk membuat adonan bakso. Di perjalanan menuju warung terdekat terlihat seoonggok gerobak tukang sayur yang ingin rasanya saya berteriak, "Bang, where have you been?! I need a ginger, please!" Tapi nggak jadi. Karena mungkin abangnya juga nggak suka sama drama sok enggris yang saya bawakan.

Oke, fast forward. Air kaldu udah jadi. Adonan udah siap (daging ikan tengiri dan daging ayam dalam resep saya ganti pakai daging sapi karena ya emang saya udah terlanjr beli daging sapi giling). Saya masukkan adonan ke dalam tahu banyak-banyak karena saya pikir kalo sedikit nanti nggak kelihatan baksonya, cuma tahunya aja. Tapi ternyata adonan itu mengembang saat dikukus dan hasilnya tahu itu kayak hamil sembilan bulan saking gedenya (pelajaran nomor 1: adonan bakso itu mengembang ya sodara-sodara).

Fast forward lagi. Air kaldunya saya sulap jadi kuah bakso berdasarkan resep yang ada. Dan ujung-ujungnya pake juga itu yang namanya umami-umamian (syediiih, hiks!). Pertimbangannya sih, saya belum bisa buat bumbu yang kuahnya banyak gini dengan bahan-bahan sendiri. Daripada nggak enak dan nggak ada yang makan dan bukan buat ngasih makan anak saya (belum, saya belum punya anak. Prosesnya masih dalam pencarian calon Bapaknya) akhirnya saya putuskan untuk membuat kuah itu enak apapun bumbunya.

Dan hasilnya meski tidak memuasakan tapi tidak buruk juga kok. Masih bisa dimakan. Masih bisa dibilang enak. Lumayanlah kalo kata temen saya, daripada lu manyun.

Okay, segitu dulu deh ya drama pertama saya dalam hal masak-memasak. Sambung lagi lain kali. Happy cooking!!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dialog Tentang Bahagia

Hey!

Pakaian Perempuan